WISATA SEJARAH dan PENDIDIKAN
Di Yogyakarta,
selain keindahan alam dan peninggalan budaya berupa Candi, kita juga dapat
menyaksikan peninggalan sejarah Yogyakarta yang telah berusia lebih dari 300
th. Penelusuran kita, akan kita mulai dari Kotagede.
Kota Gede – Pusat kerajinan Perak dan
Pusat Pemerintahan (awal) Kesultanan Yogyakarta
Selain
lokasi kota kuno yang terdapat di sini adalah banyaknya cinderamata Perak bakar
yang dibuat langsung oleh pengrajin disana. Dan kita pun dapat melihat langsung
cara pembuatan perak bakar oleh pengrajinnya. Yang sangat identik dan unik dari
kota Gedhe adalah banyaknya pengrajin perak bakar disekitar Kota Gedhe yang
menyandarkan hidupnya hanya dari Kerajinan perak bakar ini, dan yang paling
menarik adalah pekerjaan ini adalah turun menurun karena dahulu kala pemenuhan
perhiasan dan perlengkapan lainnya untuk kebutuhan Sultan, keluarga dan
Kerajaan. Sehingga pekerjaan pengrajin perak merupakan wasiat yang diturunkan
oleh nenek moyang mereka, sehingga sekarang dapat kita lihat banyaknya
pengrajin dan toko perak bakar yang terdapat dipinggiran jalan Kota Gedhe.
Ciri
khas lainnya yang masih dipertahankan sampai sekarang adalah pekerjaan barang
perak yang dikerjakan secara manual, sehingga barang perak yang terdapat dan
dijual disini memiliki nilai jual seni yang tinggi. Karena dari jaman dahulu
para pengrajin perak ini mengandalkan ketrampilan tangan , yang dimulai dari
lempengan perak yang ditempa secara perlahan dan dikerjakan secara teliti.
Bangunan –
bangunan tua yang terdapat dikota Gedhe merupakan saksi sejarah pernah adanya
kerajaan mataram islam, dilokasi ini juga terdapat Kompleks pemakaman Keluarga
Kerajaan Kota Gedhe atau yang biasa disebut Makam Sapto Renggono. Dimakam ini
banyak aturan atau larangan yang tidak boleh dilanggar oleh orang luar, yang
salah satunya tidak diperbolehkannya orang luar untuk melihat makam dalam
kompleks pemakaman Sultan dan hanya keluarga dan kerabat dari kerajaan yang
diperbolehkan untuk masuk. Dimakam ini disemayamkan Pendiri Kerajaan Mataram
yang diberi gelar Penembahan Senopati yaitu leluhur atau nenek moyang dari
Sultan-sultan. Serta keberadaan Masjid tertua di Yogyakarta.
TAMAN AIR TAMAN SARI
Tamansari
adalah taman kerajaan atau pesanggrahan Sultan Yogya dan keluarganya.
Sebenarnya selain Taman Sari, Kesultanan Yogyakata memiliki beberapa
pesanggrahan seperti Warungboto, Manukberi, Ambarbinangun dan Ambarukmo.
Kesemuanya berfungsi sebagai tempat tetirah dan bersemadi Sultan beserta
keluarga. Disamping komponen-komponen yang menunjukkan sebagai tempat
peristirahatan, pesanggrahan-pesanggrahan tersebut selalu memiliki komponen
pertahanan. Begitu juga hanya dengan Tamansari.
Letak
Tamansari hanya sekitar 0,5 km sebelah selatan Kraton Yogyakarta. Arsitek
bangunan ini adalah bangsa Portugis, sehingga selintas seolah-olah bangunan ini
memiliki seni arsitektur Eropa yang sangat kuat, disamping makna-makna simbolik
Jawa yang tetap dipertahankan. Namun jika kita amati, makna unsur bangunan Jawa
lebih dominan di sini. Tamansari dibangun pada masa Sultan Hamengku Buwono I
atau sekitar akhir abad XVII M. Tamansari bukan hanya sekedar taman kerajaan,
namun bangunan ini merupakan sebuah kompleks yang terdiri dari kolam pemandian,
kanal air, ruangan-ruangan khusus dan sebuah kolam yang besar (apabila kanal
air terbuka).
Bagian - bagian
Tamansari:
Bagian Sakral
Bagian sakral
Tamansari ditunjukkan dengan sebuah bangunan yang agak menyendiri. Ruangan ini
terdiri dari sebuah bangunan berfungsi sebagai tempat pertapaan Sultan dan
keluarganya.
Bagian Kolam
Pemandian
Bagian ini
merupakan bagian yang digunakan untuk Sultan dan keluarganya bersenang-senang.
Bagian ini terdiri dari dua buah kolam yang dipisahkan dengan bangunan
bertingkat. Air kolam keluar dari pancuran berbentuk binatang yang khas.
Bangunan kolam ini sangat unik dengan pot-pot besar didalamnya.
Bagian Pulau
Kenanga
Bagian
ini terdiri dari beberapa bangunan yaitu Pulau Kenanga atau Pulau Cemeti, Sumur
Gemuling, dan lorong-lorong bawah tanah.
Pulau Kenanga
atau Pulau Cemeti adalah sebuah bangunan tinggi yang berfungsi sebagai tempat
beristirahat, sekaligus sebagai tempat pengintaian. Bangunan inilah
satu-satunya yang akan kelihatan apabila kanal air terbuka dan air mengenangi
kawasan Pulau Kenanga ini. Disebutkan bahwa jika dilihat dari atas, bangunan
seolah-olah sebuah bunga teratai di tengah kolam sangat besar.
Sumur Gemuling
adalah sebuah bangunan melingkar yang berbentuk seperti sebuah sumur didalamnya
terdapat ruangan-ruangan yang konon dahulu difungsikan sebagai tempat sholat.
Sementara
itu lorong-lorong yang ada di kawasan ini dahulu berfungsi sebagai jalan
rahasia yang menghubungkan Tamansari dengan Kraton Yogyakarta. Bahkan ada
legenda yang menyebutkan bahwa salah satu lorong ini merupakan jalan tembus ke
pantai selatan dan merupakan jalan bagi Sultan Yogyakarta untuk bertemu dengan
Nyai Roro Kidul yang konon menjadi istri bagi raja-raja Kasultanan Yogayakarta.
Bagian ini memang merupakan bagian yang berfungsi sebagai tempat pertahanan
atau perlindungan bagi keluarga Sultan apabila sewaktu-waktu ada serangan dari
musuh.
Tamansari adalah
sebuah tempat yang cukup menarik untuk dikunjungi. Selain letaknya yang tidak
terlalu jauh dari Kraton Yogyakarta yang merupakan obyek wisata utama kota ini,
Tamansari memiliki beberapa keistimewaan. Keistimewaan Tamansari antara lain
terletak pada bangunannya sendiri yang relatif utuh dan terawat serta
lingkungannya yang sangat mendukung keberadaannya sebagai obyek wisata.
KERATON YOGYAKARTA HADININGRAT
Keraton Yogyakarta, hingga kini masih dipandang
sebagai pusat daya hidup masyarakat Yogyakarta. Dan sejarah telah membuktikan
bahwa keraton Yogyakarta sangat dekat dengan Kawula nya (rakyat), Berawal dari
sejarahnya yang panjang, para penguasa Yogyakarta telah berkiprah dalam
kesejahteraan rakyat bahkan kedekatan dengan rakyat semakin mengental pada masa
Sultan Hamengku Buwono IX. Selain kedekatan dengan rakyat, Keraton Yogyakarta
yang hingga kini masih terawat dengan sangat baik menyimpan misteri kebudayaan
jawa yang masih tersimpan rapat.
Setelah Perjanjian Giyanti, Pangeran Mangkubumi
diberi wilayah Yogyakarta. Untuk menjalankan pemerintahannya, Pangeran
Mangkubumi membangun sebuah istana pada tahun 1755 di wilayah Hutan Beringan.
Tanah ini dinilai cukup baik karena diapit dua sungai, sehingga terlindung dari
kemungkinan banjir. Raja pertama di Kesultanan Yogyakarta adalah Pangeran
Mangkubumi dengan gelar Sri Sultan Hamengku Buwono I (HB I).
Kepercayaan
Jawa (Kejawen) secara garis besar adalah perpaduan antara Tasauf yang
dipengaruhi Agama Hindu dan Anisme Jawa. Dan Kejawen sangat berpengaruh dalam
tata hidup manusia jawa yang hingga kini masih banyak menggunakan perhitungan
Neptu dan Nogodino, bahkan Astrologi jawa yang dikenal sebagai WUKU dipercaya memiliki keakuratan yang
lebih baik daripada Astrologi Cina ataupun Astrologi Barat dalam meramalkan
masa depan seseorang. Paham kejawen yang banyak menggunakan symbol sangat
berpengaruh dalam pembentukan keraton Yogyakarta.
Penamaan
dan Makna Tata Letak Keraton Yogyakarta
Karaton, Keraton
atau Kraton, berasal dari kata ka-ratu-an, yang berarti tempat
tinggal ratu/raja. Sedang arti lebih luas, diuraikan secara sederhana, bahwa
seluruh struktur dan bangunan wilayah Kraton mengandung arti berkaitan dengan
pandangan hidup Jawa yang essensial, yakni Sangkan Paraning Dumadi (dari
mana asalnya manusia dan kemana akhirnya manusia setelah mati).
Garis besarnya, wilayah Kraton memanjang 5 km
ke arah selatan hingga Krapyak dan 2 km ke utara berakhir di Tugu. Pada garis
ini terdapat garis linier dualisme terbalik, sehingga bisa dibaca secara
simbolik filosofis. Dari arah selatan ke utara, sebagai lahirnya manusia dari
tempat tinggi ke alam fana, dan sebaliknya sebagai proses kembalinya manusia ke
sisi Dumadi (Tuhan dalam pandangan Jawa). Sedangkan Kraton sebagai
jasmani dengan raja sebagai lambang jiwa sejati yang hadir ke dalam badan
jasmani.
Kraton menuju Tugu juga diartikan sebagai jalan
hidup yang penuh godaan. Pasar Beringharjo melambangkan godaan wanita.
Sedangkan godaan akan kekuasaan dilambangkan lewat Gedung Kepatihan. Keduanya
terletak di sebelah kanan. Jalan lurus itu sendiri sebagai lambang manusia yang
dekat dengan Pencipta (Sankan Paraning Dumadi).
Diatas semua
misteri dan perlambang keraton Yogyakarta, anda akan banyak belajar dan membuka
wawasan tentang budaya Jawa dan masyarakat Yogyakarta dengan mengunjungi
keraton Yogyakarta, Bahkan bagian belakang penutup kepala lelaki Yogyakarta
(Blangkon ala Yogya) yang memiliki benjolan dibelakang diartikan oleh seorang
penulis sebagai “menyimpan letusan gunung merapi dibalik senyuman”. Benar
tidaknya pendapat tadi adalah relative dan hanya anekdot masyarakat Yogya
yang terkenal Easy Going.
Museum Sasmitaloka / Museum Jenderal Besar
Sudirman
Mengunjungi museum Sasmitaloka, bagaikan perjalanan
menembus lorong waktu untuk melihat secara lebih dekat kegigihan, semangat dan
dedikasi seorang militer sejati, tetapi disisi lain juga menunjukkan kehalusan,
lemah lembut, pemberi solusi serta sifat kebapakan dari seorang pendidik.
Kecintaan Beliau pada Negara Indonesia yang pada waktu itu masih seumur jagung
dan dalam tekanan besar dari Belanda membuat beliau masih ikut bergerilya walau
hanya dengan sebuah paru paru dan harus ditandu.
Dalam museum ini, kita dapat
menyaksikan berbagai senjata, pakaian , tulisan tulisan, tandu serta semua
peralatanyang pernah beliau pergunakan semasa hidupnya. Pada tanggal 29 Januari
1950 beliau wafat dengan meninggalkan sebuah warisan besar : Bangsa Indonesia.
Museum Dirgantara Mandala
Museum ini menyimpan hampir
semua jenis pesawat yang pernah dimiliki oleh TNI AU dari semenjak berdirinya
angkatan Udara hingga decade 80-an. Sebutlah
Badger bomber lengkap dengan persenjataannya, Catalina flying
boat, Grumman flying boat, Auster MkII, Lavochkin LA-11, PZL-104 Wilga,
Mitsubishi Army type 98, Nakajima KI43 Oscar, Zero, Mustang, NA16/AT-6, Vultee
Valiant, B25, B26, C47, Hillier 360, DH114 Vampire, Sikorsky UH34D, Boeing
Stearman, MIG15, MIG17, MIG19, MIG21, MI4, L-29 Dolphin, CAC F-86 Avon Sabre
and T-33A. museum ini disebut sebagai salah satu museum angkatan udara
terlengkap di Asia.
Keberadaan Museum Pusat TNI AU
Dirgantara Mandala berdasarkan atas gagasan dari Pimpinan TNI AU untuk
mengabadikan dan mendokumentasikan segala kegiatan dan peristiwa bersejarah di
lingkungan TNI AU. pada tanggal 4 April 1969 Museum Pusat TNI AU yang berlokasi
di Markas Komando Udara V, di Jalan Tanah Abang Bukit Jakarta, diresmikan oleh
Panglima Angkatan Udara Laksamana Roesmin Noerjadin. Kemudian pada tahun 1978,
museum ini dipindahkan kelokasinya saat ini.
MONUMEN JOGJA KEMBALI
Pertempuran yang dikenal dengan Serangan Umum 1 Maret inilah
yang menjadi awal pembuktian pada dunia internasional bahwa TNI masih
mempunyai kekuatan untuk mengadakan perlawanan serta menyatakan bahwa
Republik Indonesia masih ada. Hal ini terpicu setelah Pemerintah Belanda
yang telah menangkap dan mengasingkan Bung Karno dan Bung Hatta ke
Sumatera, memunculkan propaganda dengan menyatakan Republik Indonesia
sudah tidak ada.
Berita perlawanan selama enam jam ini kemudian
dikabarkan ke Wonosari, diteruskan ke Bukit Tinggi, lalu Birma, New
Delhi (India), dan berakhir di kantor pusat PBB New York. Dari kabar
ini, PBB yang menganggap Indonesia telah merdeka memaksa mengadakan
Komisi Tiga Negara (KTN). Dalam pertemuan yang berlangsung di Hotel Des
Indes Jakarta pada tanggal 14 April 1949 ini, wakil Indonesia yang
dipimpin Moh. Roem dan wakil Belanda yang dipimpin Van Royen,
menghasilkan sebuah perjanjian yang ditanda tangani pada tanggal 7 Mei
1949. perjanjian ini kemudian disebut dengan perjanjian Roem Royen (Roem
Royen Statement). Dalam perjanjian ini Belanda dipaksa untuk menarik
pasukannya dari Indonesia, serta memulangkan Presiden dan Wakil
Presiden, Soekarno-Hatta ke Jogja. Hingga akhirnya pada tanggal 27
Desember 1949 secara resmi Belanda menyerahkan kedaulatan kepada
Republik Indonesia.
Untuk mengenang peristiwa sejarah perjuangan bangsa, pada
tanggal 29 Juni 1985 dibangun Monumen Yogya Kembali (Monjali).
Peletakkan batu pertama monumen setinggi 31,8 meter dilakukan oleh HB IX
setelah melakukan upacara tradisional penanaman kepala kerbau. Empat
tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 6 Juli 1989, bangunan ini selesai
dibangun. Pembukaannya diresmikan oleh Presiden Suharto dengan
penandatanganan Prasasti.
Nama Monumen Yogya Kembali merupakan perlambang
berfungsinya kembali Pemerintahan Republik Indonesia dan sebagai
tetengger sejarah ditarik mundurnya tentara Belanda dari Ibukota
Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1949 dan kembalinya Presiden Soekarno,
Wakil Presiden Mohammad Hatta dan petinggi lainnya pada tanggal 6 Juli
1949 di Yogyakarta.
MUSEUM SASANA WIRATAMA P. DIPONEGORO
Lahir di Kraton Yogyakarta pada tanggal 11 November 1785,
bernama kecil Bandoro Raden Mas Ontowiryo dan setelah dewasa bergelar
Kanjeng Pangeran Diponegoro merupakan putra sulung Raden Ayu
Mangkorowati (putri Bupati Pacitan) selir dari Sri Sultan Hamengku
Buwono III (HB III).
Pangeran Diponegoro lebih tertarik pada kehidupan
keagamaan dan kesetaraan dengan rakyat, sehingga Beliau lebih memilih
tinggal di Desa Tegalrejo.
Pada masa kepemimpinan HB V (1822), Pangeran Diponegoro
tidak menyetujui jika sistem pemerintahan dipegang oleh Patih Danurejo
bersama Reserse Belanda. Pemberontakan ini memuncak pada tahun 1825,
setelah Belanda membuat jalan yang menghubungkan Yogyakarta dan Magelang
melewati halaman rumah Beliau (sekarang rel kereta api). Belanda yang
tidak meminta izin kepada Pangeran mendapatkan perlawanan dari Pangeran
dan laskarnya. Belanda yang mempunyai alasan untuk menangkap Pangeran
Diponegoro karena dinilai telah memberontak, pada 20 Juli 1825 mengepung
kediaman beliau.
Terdesak, Pangeran beserta keluarga dan pasukannya
menyelamatkan diri menuju barat hingga Desa Dekso di Kabupaten
Kulonprogo, dan meneruskan ke arah selatan hingga tiba di Goa Selarong
yang terletak lima kilometer arah barat dari Kota Bantul.Sementara Belanda yang tidak berhasil menangkap Pangeran Diponegoro membakar habis kediaman Pangeran.
Perang Diponegoro yang dalam buku-buku sejarah karangan penulis Belanda disebut Java Oorlog (Perang Jawa), berlangsung hingga tahun 1830. Dalam perang ini, kerugian pihak Belanda tidak kurang dari 15.000 tentara serta menghabiskan dana hingga 20 juta gulden.
Dalam museum ini kita dapat menyaksikan berbagai peninggalan Beliau seperti keris, pedang, alat alat gamelan dan benda benda lain yang menjadi barang barang harian beliau beserta pengikutnya.
Selain lokasi lokasi diatas, masih banyak lokasi lokasi lain yang megandung muatan sejarah Yogyakarta seperti Makam Panembahan Senopati di Kotagede, Taman Air di Warung Boto, Panggung Krapyak, Museum Benteng Vredeburg dan lain lain
Kami mengucapkan terima kasih kepada sumber sumber penulisan blog ini, terutama kepada YogYes.Com, Jogjatrip.Com serta Wikipedia.Com dan kepada pihak pihak lain yang tulisannya telah menjadi bahan penulisan blog ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar