Jumat, 06 Januari 2012

Lokasi Wisata Yogya Bagian 3 : Sejarah dan Pendidikan


WISATA SEJARAH dan PENDIDIKAN
Di Yogyakarta, selain keindahan alam dan peninggalan budaya berupa Candi, kita juga dapat menyaksikan peninggalan sejarah Yogyakarta yang telah berusia lebih dari 300 th. Penelusuran kita, akan kita mulai dari Kotagede.

Kota Gede – Pusat kerajinan Perak dan Pusat Pemerintahan (awal) Kesultanan Yogyakarta

Selain lokasi kota kuno yang terdapat di sini adalah banyaknya cinderamata Perak bakar yang dibuat langsung oleh pengrajin disana. Dan kita pun dapat melihat langsung cara pembuatan perak bakar oleh pengrajinnya. Yang sangat identik dan unik dari kota Gedhe adalah banyaknya pengrajin perak bakar disekitar Kota Gedhe yang menyandarkan hidupnya hanya dari Kerajinan perak bakar ini, dan yang paling menarik adalah pekerjaan ini adalah turun menurun karena dahulu kala pemenuhan perhiasan dan perlengkapan lainnya untuk kebutuhan Sultan, keluarga dan Kerajaan. Sehingga pekerjaan pengrajin perak merupakan wasiat yang diturunkan oleh nenek moyang mereka, sehingga sekarang dapat kita lihat banyaknya pengrajin dan toko perak bakar yang terdapat dipinggiran jalan Kota Gedhe.
 
Ciri khas lainnya yang masih dipertahankan sampai sekarang adalah pekerjaan barang perak yang dikerjakan secara manual, sehingga barang perak yang terdapat dan dijual disini memiliki nilai jual seni yang tinggi. Karena dari jaman dahulu para pengrajin perak ini mengandalkan ketrampilan tangan , yang dimulai dari lempengan perak yang ditempa secara perlahan dan dikerjakan secara teliti. 



Bangunan – bangunan tua yang terdapat dikota Gedhe merupakan saksi sejarah pernah adanya kerajaan mataram islam, dilokasi ini juga terdapat Kompleks pemakaman Keluarga Kerajaan Kota Gedhe atau yang biasa disebut Makam Sapto Renggono. Dimakam ini banyak aturan atau larangan yang tidak boleh dilanggar oleh orang luar, yang salah satunya tidak diperbolehkannya orang luar untuk melihat makam dalam kompleks pemakaman Sultan dan hanya keluarga dan kerabat dari kerajaan yang diperbolehkan untuk masuk. Dimakam ini disemayamkan Pendiri Kerajaan Mataram yang diberi gelar Penembahan Senopati yaitu leluhur atau nenek moyang dari Sultan-sultan. Serta keberadaan Masjid tertua di Yogyakarta.

TAMAN AIR TAMAN SARI
Tamansari adalah taman kerajaan atau pesanggrahan Sultan Yogya dan keluarganya. Sebenarnya selain Taman Sari, Kesultanan Yogyakata memiliki beberapa pesanggrahan seperti Warungboto, Manukberi, Ambarbinangun dan Ambarukmo. Kesemuanya berfungsi sebagai tempat tetirah dan bersemadi Sultan beserta keluarga. Disamping komponen-komponen yang menunjukkan sebagai tempat peristirahatan, pesanggrahan-pesanggrahan tersebut selalu memiliki komponen pertahanan. Begitu juga hanya dengan Tamansari.

Letak Tamansari hanya sekitar 0,5 km sebelah selatan Kraton Yogyakarta. Arsitek bangunan ini adalah bangsa Portugis, sehingga selintas seolah-olah bangunan ini memiliki seni arsitektur Eropa yang sangat kuat, disamping makna-makna simbolik Jawa yang tetap dipertahankan. Namun jika kita amati, makna unsur bangunan Jawa lebih dominan di sini. Tamansari dibangun pada masa Sultan Hamengku Buwono I atau sekitar akhir abad XVII M. Tamansari bukan hanya sekedar taman kerajaan, namun bangunan ini merupakan sebuah kompleks yang terdiri dari kolam pemandian, kanal air, ruangan-ruangan khusus dan sebuah kolam yang besar (apabila kanal air terbuka).

 
Bagian - bagian Tamansari:
Bagian Sakral
Bagian sakral Tamansari ditunjukkan dengan sebuah bangunan yang agak menyendiri. Ruangan ini terdiri dari sebuah bangunan berfungsi sebagai tempat pertapaan Sultan dan keluarganya.

Bagian Kolam Pemandian
Bagian ini merupakan bagian yang digunakan untuk Sultan dan keluarganya bersenang-senang. Bagian ini terdiri dari dua buah kolam yang dipisahkan dengan bangunan bertingkat. Air kolam keluar dari pancuran berbentuk binatang yang khas. Bangunan kolam ini sangat unik dengan pot-pot besar didalamnya.

Bagian Pulau Kenanga
Bagian ini terdiri dari beberapa bangunan yaitu Pulau Kenanga atau Pulau Cemeti, Sumur Gemuling, dan lorong-lorong bawah tanah.
Pulau Kenanga atau Pulau Cemeti adalah sebuah bangunan tinggi yang berfungsi sebagai tempat beristirahat, sekaligus sebagai tempat pengintaian. Bangunan inilah satu-satunya yang akan kelihatan apabila kanal air terbuka dan air mengenangi kawasan Pulau Kenanga ini. Disebutkan bahwa jika dilihat dari atas, bangunan seolah-olah sebuah bunga teratai di tengah kolam sangat besar.

Sumur Gemuling adalah sebuah bangunan melingkar yang berbentuk seperti sebuah sumur didalamnya terdapat ruangan-ruangan yang konon dahulu difungsikan sebagai tempat sholat.

Sementara itu lorong-lorong yang ada di kawasan ini dahulu berfungsi sebagai jalan rahasia yang menghubungkan Tamansari dengan Kraton Yogyakarta. Bahkan ada legenda yang menyebutkan bahwa salah satu lorong ini merupakan jalan tembus ke pantai selatan dan merupakan jalan bagi Sultan Yogyakarta untuk bertemu dengan Nyai Roro Kidul yang konon menjadi istri bagi raja-raja Kasultanan Yogayakarta. Bagian ini memang merupakan bagian yang berfungsi sebagai tempat pertahanan atau perlindungan bagi keluarga Sultan apabila sewaktu-waktu ada serangan dari musuh.

Tamansari adalah sebuah tempat yang cukup menarik untuk dikunjungi. Selain letaknya yang tidak terlalu jauh dari Kraton Yogyakarta yang merupakan obyek wisata utama kota ini, Tamansari memiliki beberapa keistimewaan. Keistimewaan Tamansari antara lain terletak pada bangunannya sendiri yang relatif utuh dan terawat serta lingkungannya yang sangat mendukung keberadaannya sebagai obyek wisata.
 

KERATON YOGYAKARTA HADININGRAT
Keraton Yogyakarta, hingga kini masih dipandang sebagai pusat daya hidup masyarakat Yogyakarta. Dan sejarah telah membuktikan bahwa keraton Yogyakarta sangat dekat dengan Kawula nya (rakyat), Berawal dari sejarahnya yang panjang, para penguasa Yogyakarta telah berkiprah dalam kesejahteraan rakyat bahkan kedekatan dengan rakyat semakin mengental pada masa Sultan Hamengku Buwono IX. Selain kedekatan dengan rakyat, Keraton Yogyakarta yang hingga kini masih terawat dengan sangat baik menyimpan misteri kebudayaan jawa yang masih tersimpan rapat. 

Setelah Perjanjian Giyanti, Pangeran Mangkubumi diberi wilayah Yogyakarta. Untuk menjalankan pemerintahannya, Pangeran Mangkubumi membangun sebuah istana pada tahun 1755 di wilayah Hutan Beringan. Tanah ini dinilai cukup baik karena diapit dua sungai, sehingga terlindung dari kemungkinan banjir. Raja pertama di Kesultanan Yogyakarta adalah Pangeran Mangkubumi dengan gelar Sri Sultan Hamengku Buwono I (HB I).

Kepercayaan Jawa (Kejawen) secara garis besar adalah perpaduan antara Tasauf yang dipengaruhi Agama Hindu dan Anisme Jawa. Dan Kejawen sangat berpengaruh dalam tata hidup manusia jawa yang hingga kini masih banyak menggunakan perhitungan Neptu dan Nogodino, bahkan Astrologi jawa yang dikenal sebagai WUKU dipercaya memiliki keakuratan yang lebih baik daripada Astrologi Cina ataupun Astrologi Barat dalam meramalkan masa depan seseorang. Paham kejawen yang banyak menggunakan symbol sangat berpengaruh dalam pembentukan keraton Yogyakarta.

Penamaan dan Makna Tata Letak Keraton Yogyakarta
Karaton, Keraton atau Kraton, berasal dari kata ka-ratu-an, yang berarti tempat tinggal ratu/raja. Sedang arti lebih luas, diuraikan secara sederhana, bahwa seluruh struktur dan bangunan wilayah Kraton mengandung arti berkaitan dengan pandangan hidup Jawa yang essensial, yakni Sangkan Paraning Dumadi (dari mana asalnya manusia dan kemana akhirnya manusia setelah mati).

Garis besarnya, wilayah Kraton memanjang 5 km ke arah selatan hingga Krapyak dan 2 km ke utara berakhir di Tugu. Pada garis ini terdapat garis linier dualisme terbalik, sehingga bisa dibaca secara simbolik filosofis. Dari arah selatan ke utara, sebagai lahirnya manusia dari tempat tinggi ke alam fana, dan sebaliknya sebagai proses kembalinya manusia ke sisi Dumadi (Tuhan dalam pandangan Jawa). Sedangkan Kraton sebagai jasmani dengan raja sebagai lambang jiwa sejati yang hadir ke dalam badan jasmani.

Kraton menuju Tugu juga diartikan sebagai jalan hidup yang penuh godaan. Pasar Beringharjo melambangkan godaan wanita. Sedangkan godaan akan kekuasaan dilambangkan lewat Gedung Kepatihan. Keduanya terletak di sebelah kanan. Jalan lurus itu sendiri sebagai lambang manusia yang dekat dengan Pencipta (Sankan Paraning Dumadi).

Diatas semua misteri dan perlambang keraton Yogyakarta, anda akan banyak belajar dan membuka wawasan tentang budaya Jawa dan masyarakat Yogyakarta dengan mengunjungi keraton Yogyakarta, Bahkan bagian belakang penutup kepala lelaki Yogyakarta (Blangkon ala Yogya) yang memiliki benjolan dibelakang diartikan oleh seorang penulis sebagai “menyimpan letusan gunung merapi dibalik senyuman”. Benar tidaknya pendapat tadi adalah relative dan hanya anekdot masyarakat Yogya yang  terkenal Easy Going.


Museum Sasmitaloka / Museum Jenderal Besar Sudirman
Mengunjungi museum Sasmitaloka, bagaikan perjalanan menembus lorong waktu untuk melihat secara lebih dekat kegigihan, semangat dan dedikasi seorang militer sejati, tetapi disisi lain juga menunjukkan kehalusan, lemah lembut, pemberi solusi serta sifat kebapakan dari seorang pendidik. Kecintaan Beliau pada Negara Indonesia yang pada waktu itu masih seumur jagung dan dalam tekanan besar dari Belanda membuat beliau masih ikut bergerilya walau hanya dengan sebuah paru paru dan harus ditandu.

Dalam museum ini, kita dapat menyaksikan berbagai senjata, pakaian , tulisan tulisan, tandu serta semua peralatanyang pernah beliau pergunakan semasa hidupnya. Pada tanggal 29 Januari 1950 beliau wafat dengan meninggalkan sebuah warisan besar  : Bangsa Indonesia. 


Museum Dirgantara Mandala
Museum ini menyimpan hampir semua jenis pesawat yang pernah dimiliki oleh TNI AU dari semenjak berdirinya angkatan Udara hingga decade 80-an. Sebutlah  Badger bomber lengkap dengan persenjataannya, Catalina flying boat, Grumman flying boat, Auster MkII, Lavochkin LA-11, PZL-104 Wilga, Mitsubishi Army type 98, Nakajima KI43 Oscar, Zero, Mustang, NA16/AT-6, Vultee Valiant, B25, B26, C47, Hillier 360, DH114 Vampire, Sikorsky UH34D, Boeing Stearman, MIG15, MIG17, MIG19, MIG21, MI4, L-29 Dolphin, CAC F-86 Avon Sabre and T-33A. museum ini disebut sebagai salah satu museum angkatan udara terlengkap di Asia.

Keberadaan Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala berdasarkan atas gagasan dari Pimpinan TNI AU untuk mengabadikan dan mendokumentasikan segala kegiatan dan peristiwa bersejarah di lingkungan TNI AU. pada tanggal 4 April 1969 Museum Pusat TNI AU yang berlokasi di Markas Komando Udara V, di Jalan Tanah Abang Bukit Jakarta, diresmikan oleh Panglima Angkatan Udara Laksamana Roesmin Noerjadin. Kemudian pada tahun 1978, museum ini dipindahkan kelokasinya saat ini.

                        MONUMEN JOGJA KEMBALI
Pertempuran yang dikenal dengan Serangan Umum 1 Maret inilah yang menjadi awal pembuktian pada dunia internasional bahwa TNI masih mempunyai kekuatan untuk mengadakan perlawanan serta menyatakan bahwa Republik Indonesia masih ada. Hal ini terpicu setelah Pemerintah Belanda yang telah menangkap dan mengasingkan Bung Karno dan Bung Hatta ke Sumatera, memunculkan propaganda dengan menyatakan Republik Indonesia sudah tidak ada.

Berita perlawanan selama enam jam ini kemudian dikabarkan ke Wonosari, diteruskan ke Bukit Tinggi, lalu Birma, New Delhi (India), dan berakhir di kantor pusat PBB New York. Dari kabar ini, PBB yang menganggap Indonesia telah merdeka memaksa mengadakan Komisi Tiga Negara (KTN). Dalam pertemuan yang berlangsung di Hotel Des Indes Jakarta pada tanggal 14 April 1949 ini, wakil Indonesia yang dipimpin Moh. Roem dan wakil Belanda yang dipimpin Van Royen, menghasilkan sebuah perjanjian yang ditanda tangani pada tanggal 7 Mei 1949. perjanjian ini kemudian disebut dengan perjanjian Roem Royen (Roem Royen Statement). Dalam perjanjian ini Belanda dipaksa untuk menarik pasukannya dari Indonesia, serta memulangkan Presiden dan Wakil Presiden, Soekarno-Hatta ke Jogja. Hingga akhirnya pada tanggal 27 Desember 1949 secara resmi Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia.

Untuk mengenang peristiwa sejarah perjuangan bangsa, pada tanggal 29 Juni 1985 dibangun Monumen Yogya Kembali (Monjali). Peletakkan batu pertama monumen setinggi 31,8 meter dilakukan oleh HB IX setelah melakukan upacara tradisional penanaman kepala kerbau. Empat tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 6 Juli 1989, bangunan ini selesai dibangun. Pembukaannya diresmikan oleh Presiden Suharto dengan penandatanganan Prasasti.

Nama Monumen Yogya Kembali merupakan perlambang berfungsinya kembali Pemerintahan Republik Indonesia dan sebagai tetengger sejarah ditarik mundurnya tentara Belanda dari Ibukota Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1949 dan kembalinya Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan petinggi lainnya pada tanggal 6 Juli 1949 di Yogyakarta.


         MUSEUM SASANA WIRATAMA P. DIPONEGORO
Lahir di Kraton Yogyakarta pada tanggal 11 November 1785, bernama kecil Bandoro Raden Mas Ontowiryo dan setelah dewasa bergelar Kanjeng Pangeran Diponegoro merupakan putra sulung Raden Ayu Mangkorowati (putri Bupati Pacitan) selir dari Sri Sultan Hamengku Buwono III (HB III).
Pangeran Diponegoro lebih tertarik pada kehidupan keagamaan dan kesetaraan dengan rakyat, sehingga Beliau lebih memilih tinggal di Desa Tegalrejo.

Pada masa kepemimpinan HB V (1822), Pangeran Diponegoro tidak menyetujui jika sistem pemerintahan dipegang oleh Patih Danurejo bersama Reserse Belanda. Pemberontakan ini memuncak pada tahun 1825, setelah Belanda membuat jalan yang menghubungkan Yogyakarta dan Magelang melewati halaman rumah Beliau (sekarang rel kereta api). Belanda yang tidak meminta izin kepada Pangeran mendapatkan perlawanan dari Pangeran dan laskarnya. Belanda yang mempunyai alasan untuk menangkap Pangeran Diponegoro karena dinilai telah memberontak, pada 20 Juli 1825 mengepung kediaman beliau. 

Terdesak, Pangeran beserta keluarga dan pasukannya menyelamatkan diri menuju barat hingga Desa Dekso di Kabupaten Kulonprogo, dan meneruskan ke arah selatan hingga tiba di Goa Selarong yang terletak lima kilometer arah barat dari Kota Bantul.Sementara Belanda yang tidak berhasil menangkap Pangeran Diponegoro membakar habis kediaman Pangeran.

Perang Diponegoro yang dalam buku-buku sejarah karangan penulis Belanda disebut Java Oorlog (Perang Jawa), berlangsung hingga tahun 1830. Dalam perang ini, kerugian pihak Belanda tidak kurang dari 15.000 tentara serta menghabiskan dana hingga 20 juta gulden.

 Dalam museum ini kita dapat menyaksikan berbagai peninggalan Beliau seperti keris, pedang, alat alat gamelan dan benda benda lain yang menjadi barang barang harian beliau beserta pengikutnya.

Selain lokasi lokasi diatas, masih banyak lokasi lokasi lain yang megandung muatan sejarah Yogyakarta seperti Makam Panembahan Senopati di Kotagede, Taman Air di Warung Boto, Panggung Krapyak, Museum Benteng Vredeburg dan lain lain

 Kami mengucapkan terima kasih kepada sumber sumber penulisan blog ini, terutama kepada YogYes.Com, Jogjatrip.Com serta Wikipedia.Com dan kepada pihak pihak lain yang tulisannya telah menjadi bahan penulisan blog ini.


     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar